Selamat Datang di Website SDN 4 Sukalilah, Mewujudkan Peserta Didik Yang Cerdas, Terampil, Berprestasi dan Peludi Lingkungan Berdasarkan Iman dan Taqwa.

Kebijakan Belajar dari Rumah, Kendala, dan Solusi bagi Guru Sekolah Dasar


Pada bulan Maret 2020 yang lalu, Indonesia dihadapkan pada masa pandemi Coronavirus Diseases (Covid-19). Karenanya, hampir semua sektor kehidupan terkena dampak dari penyebaran Covid-19 ini, tidak terkecuali pada sektor pendidikan. Pandemi yang telah ditetapkan menjadi pandemi global oleh World Health Organization (WHO) ini telah mempengaruhi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Kegiatan belajar mengajar dalam bentuk tatap muka menjadi sulit bahkan tidak memungkinkan untuk dilaksanakan karena kekhawatiran akan terjadinya penularan virus tersebut. Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pemerintah talah menetapkan kebijakan belajar dari rumah atau Learning from Home sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran Covid-19.


Kebijakan belajar dari rumah atau Learning from Home ini dilaksanakan dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Menurut Undang-Undang Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 15 Pembelajaran Jarak Jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi kumunikasi, informasi dan media lain. Salah satu pendekatan dalam Pembelajaran Jarak Jauh adalah pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring). 


Dimana sistem pembelajaran daring ini merupakan sistem pembelajaran tanpa adanya kegiatan tatap muka secara langsung antara pendidik dan peserta didik , melainkan dilakukan secara online menggunakan jaringan internet. Dengan metode ini, proses pembelajaran menjadi tidak terbatas ruang dan waktu, sehingga pendidik dan peserta didik dapat melaksanakan kegaitan belajar mengajar bersama, dalam waktu yang sama, dengan memanfaatkan berbagai aplikasi yang telah tersedia, seperti zoom meeting, google meet, google classroom, whatsapp, dan aplikasi lainnya.


Kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) diterapkan pada seluruh jenjang pendidikan termasuk jenjang Sekolah Dasar (SD). Dengan adanya transformasi pembelajaran kovensional menjadi pembelajaran daring tentunya membawa sejumlah perubahan terhadap regulasi pembelajaran yang semula dilaksanakan dengan secara tatap muka menjadi secara virtual. 


Hal ini tentu menjadi perhatian baik bagi pemerintah ataupun pihak sekolah. Pasalnya, Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan dasar yang menjadi awal diselenggarakannya proses pendidikan untuk memberikan dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi peserta didik. Pendidikan dasar inilah yang selanjutnya akan dikembangkan untuk meningkatkan kualitas dari peserta didik. Untuk itu lah, perlu adanya perhatian khusus terhadap pelaksanaan pembelajaran daring di jenjang Sekolah Dasar.


Dengan adanya kebijakan belajar dari rumah ini, membuat guru sebagai pendidik dan pengajar harus memutar otak agar proses pembelajaran tetap dapat dilaksanakan dengan maksimal. Namun, dalam pelaksanaan pembelajaran daring di jenjang Sekolah Dasar terdapat beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi oleh guru. Bagi guru sekolah dasar yang sudah terbiasa melakukan pembelajaran secara tatap muka, kondisi ini memunculkan ketidaksiapan persiapan pembelajaran. Beberapa kendala dan hambatan pembelajaran daring yang dialami oleh kebanyakan guru adalah diantaranya sebagai berikut.


Kesiapan menggunakan aplikasi pembelajaran 


Semenjak ditetapkannya kebijakan belajar dari rumah, para guru dinilai kurang siap dalam menentukan instrumen pembelajaran secara tepat dan cepat sebagai pengganti dari pertemuan tatap muka. Dalam pelaksanaan pembelajaran daring, kebanyakan guru sekolah dasar lebih memilih menggunakan aplikasi Whatsapp sebagai sarana pembelajaran daring.


Disamping kelebihan yang dapat diberikan, ada beberapa kekurangan dari penggunaan aplikasi Whatsapp sebagai media pembelajaran jarak jauh ini. Kekurangan tersebut diantaranya adalah komunikasi hanya sebatas dengan chat saja dan keterbatasan partisipan untuk melakukan tatap muka virtual (video call). Selain itu pembelajaran daring dengan hanya memanfaatkan aplikasi Whatsapp saja akan menjadikan proses pembelajaran kurang interaktif karena kurangnya interaksi dari siswa. 


Kegiatan pembelajaran seperti pemberian materi, dan pemberian tugas semuanya dilakukan menggunakan Whatsapp. Perlu adanya pemanfaatan media pembelajaran dalam memfasilitasi pembelajaran secara daring seperti zoom meeting atau google meet sebagai media untuk melakukan tatap muka virtual. Memanfaatkan google classroom untuk membuat kelas, memberikan materi, memberikan tugas, dan melakukan penilaian secara efektif. Namun tidak semua guru di sekolah dasar paham dengan variasi teknologi tersebut, nyatanya masih banyak guru di sekolah dasar yang masih belum melek terhadap perkembangan teknologi karena kurangnya literasi digital.


Akses terhadap jaringan internet


Dalam pembelajaran daring yang memanfaatkan jaringan internet tentunya kebutuhan koneksi internet menjadi hal dasar dan krusial dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Tanpa adanya koneksi internet proses pembelajaran antara guru dan siswa tidak akan terjadi. Di daerah dengan jangkauan internet yang baik mungkin hal ini bukan lah masalah yang perlu terlalu diperhatikan. 


Namun, nyatanya masih banyak daerah di  Indoneisa yang masih memiliki akses internet yang minim bahkan beberapa diantaranya tidak memiliki akses internet sedikitpun. 


Guru dan siswa yang berada di daerah dengan minimnya akses internet tentunya akan mengalami kesulitan dalam melaksakan kegiatan pembelajaran daring. 


Penggunaan aplikasi berbasis internet seperti Whatsapp, zoom meeting, google meet, google classroom, dan sebagainya akan terhambat karena minimnya jaringan internet yang mengakibatkan proses pembelajaran antara guru dan siswa menjadi tidak efektif atau bahkan tidak dapat dilaksanakan karena kegiatan seperti pemberian materi, pemberian tugas, penilaian, dan administrasi lainnya tidak dapat dilakukan. Selain itu, tingginya kebutuhan kuota internet dalam pelaksanaan pembelajaran daring juga menjadi hambatan baik bagi guru maupun siswa yang termasuk masyarakat kurang mampu.


Kesulitan pengelolaan pembelajaran


Pengelolaan pembelajaran berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan, bahwa salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh guru yaitu kemampuan pedagogik. Kemampuan ini memungkinkan guru untuk dapat mengelola, mengorganisasikan pembelajaran. Kemampuan peng-organisasian mempersyaratkan seorang guru agar dapat mengurutkan materi yang disampaikan secara logis. Sehingga adanya keterkaitan yang jelas antara topik yang satu dengan yang lain.


Ketika pembelajaran dilaksanakan secara tatap muka, mungkin guru sudah terbiasa untuk melakukan pengorganisasian pembelajaran. Namun, hal yang menjadi kendala, ketika adanya transisi pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring, guru harus memilih materi pembelajaran dengan usaha yang ekstra agar tidak terjadinya miskomsepsi antara guru dan siswa ataupun orang tua siswa ketika mempelajari materi yang diberikan. 


Selain itu, guru juga dituntut untuk menemukan metode pembelajaran yang tepat dalam melaksanakan pembelajaran daring agar kompetensi dasar yang diinginkan dari sebuah mata pelajaran dapat dicapai melalui pembelajaran daring. Kebanyakan guru masih mengalami kesulitan dalam melakukan pengelolaan pembelajaran karena adanya transisi ke pembelajaran daring. Sehingga guru mau tidak mau harus beradaptasi agar proses pembelajaran tetap dapat dilaksanakan dengan efektif.


Penilaian


Dengan adanya transisi dari pembelajaran tatap muka ke pembelajaran daring juga mempengaruhi Teknik penilaian yang dilakukan oleh guru. Berdasrkan kurikulum 2013, penilaian kegiatan pembelajaran meliputi tiga aspek, yaitu afektif, kognitif dan psikomotor. Menurut Anderson (2003) terdapat tiga prinsisp dalam penilaian pembelajaran, yaitu bermakna, transparansi dan adil. 


Ketiga prinsip tersebut harus dipenuhi oleh guru terumatama prinsip adil. Adil dalam penilaian mempunyai makna bahwa setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam sistem penilaian, hal ini bukan berarti bahwa setiap siswa mendapatkan nilai yang sama, tetapi mendapatkan nilai sesuai dengan kemampuan belajarnya masing-masing.Namun dalam pembelajaran daring yang saat ini diterapkan, adanya kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam hal penilaian karena tidak dapat melakukan pengawasan langsung terhadap siswa dalam mengerjakan soal latihan maupun tes. 


Dalam beberapa kasus, semua siswa memperoleh nilai maksimal ketika diberikan soal. Hal tersebut menjadi pertanyaan bagi guru, apakah siswa benar-benar memahami materi atau adanya bantuan luar ketika mengerjakan soal. Sehingga pada akhirnya guru tidak dapat menilai ketercapaian pembelajran secara obyektif sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. 


Begitupun dari sisi afektif, guru mengalami kesuliatan dalam penilaian. Ketika pembelajaran tatap muka, penialaian afektif terjadi secara alamiah ketiak siswa beriteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan temannya. Namun, dengan adanya pembelajaran daring mengakibatkan adanya batasan bagi siswa untuk dapat berinteraks, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan siswa lain. Sehingga hal ini menjadi kendala bagi guru dalam melakukan penilaian afektif siswa.


Dengan adanya perubahan sistem pembelajaran yang terjadi pada masa pandemi saat ini, tentunya membuat guru terutama guru sekolah dasar dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajaran. Selain itu peran pemerintah juga sangat dibutuhkan untuk mendukung segala bentuk aktivitas pendidikan. 


Serta yang tidak kalah penting adalah peran orang tua sebagai guru di rumah bagi para peserta didik. Orang tua harus dapat memfasilitasi dan memotivasi anak untuk belajar. 


Dengan kolaborasi dari semua pihak diharapkan dapat meminimalkan atau bahkan mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh guru di sekolah dasar dalam melaksanakan pembejaran dari rumah di masa pandemi ini. (Sumber)

0 Komentar